Banyak yang menganggap obat tradisional lebih aman dari obat sintetik karena minim efek samping. Maka jika kita mengonsumsinya dalam jangka panjang, tidak akan menimbulkan komplikasi dalam tubuh kita. Benarkah demikian?
Pada perkembangannya, sering dijumpai ketidaktepatan penggunaan obat tradisional karena kesalahan informasi maupun anggapan yang keliru terhadap obat tradisional dan cara penggunaannya, sehingga dalam beberapa kasus menimbulkan efek samping.
Misalnya untuk indikasi tertentu, diperlukan beberapa jenis tanaman obat yang memiliki efek farmakologis yang saling mendukung satu sama lain. Tapi karena sesuatu hal, hanya digunakan tanaman obat tunggal. Hal ini justru menyebabkan obat tradisional tersebut akan bereaksi negatif terhadap tubuh kita. Contoh-contoh penggunaan tanaman obat yang perlu diperhatikan :
Daun Seledri (Apium graviolens) Tanaman ini telah terbukti mampu menurunkan tekanan darah, tetapi pada penggunaannya harus berhati-hati karena pada dosis berlebih (over dosis) dapat menurunkan tekanan darah secara drastis sehingga jika penderita tidak tahan dapat menyebabkan shock. Oleh karena itu dianjurkan agar jangan mengkonsumsi lebih dari satu gelas perasan seledri untuk sekali minum.
Gambir. Gambir umum digunakan untuk menghentikan diare. Akan tetapi penggunaan lebih dari ukuran satu ibu jari justru bukan hanya menghentikan diare tetapi akan menimbulkan kesulitan buang air besar selama berhari-hari.
Minyak Jarak (Oleum recini) Minyak ini biasa digunakan untuk mengobati urus-urus. Akan tetapi jika penggunaannya tidak terukur akan menyebabkan iritasi saluran pencernaan.
Kecibeling (Strobilantus crispus) Tanaman ini digunakan untuk mengobati batu ginjal. Akan tetapi jika pemakaian melebihi 2 gram serbuk sekali minum, bisa menimbulkan iritasi saluran kemih. Selain itu, pada beberapa pasien yang mengonsumsi kecibeling untuk mengobati sakit batu ginjal, ternyata ditemukan adanya sel-sel darah merah dengan jumlah melebihi batas normal pada urinenya. Kemungkinan hal ini disebabkan daun kecibeling merupakan diuretik kuat sehingga dapat menimbulkan iritasi pada saluran kemih. Akan lebih tepat bagi mereka jika menggunakan daun kumis kucing (Ortosiphon aristatus) yang efek diuretiknya lebih ringan dan dikombinasi dengan daun tempuyung (Sonchus arvensis) yang tidak mempunyai efek diuretik kuat tetapi dapat melarutkan batu ginjal berkalsium.
Seperti sudah disinggung di atas, obat tradisional memang memiliki kelebihan dalam penggunaan jangka panjang tanpa efek samping (atau sedikit efek samping). Namun obat tradisional juga memiliki berbagai kelemahan, antara lain : Efek farmakologisnya lemah Bahan baku belum standar Bersifat higroskopis serta voluminous Belum dilakukan uji klinik Mudah tercemar berbagai mikroorganisme Pada obat yang berasal dari tumbuhan, jumlah zat aktif yang didapat sangat sedikit. Tidak menutup kemungkinan ada senyawa lain selain zat aktif yang ikut kita konsumsi. Zat tersebut mungkin tidak berkhasiat namun tidak mustahil dapat mengganggu aktivitas biologis tubuh atau malah bersifat toksik bagi tubuh. Dalam hal ini, kemurnian obat sintetik lebih terjamin dari pada obat herbal.
Tanaman herbal mengandung zat kimia seperti alkaloid, flavonoid, minyak, dan glikosida. Jumlah dan jenis kandungan kimia berbeda pada tiap bagian tanaman. Kandungan zat kimia pada obat herbal bisa menimbulkan efek samping dan toksik. Efek samping itu bisa disebabkan zat itu sendiri maupun oleh kontaminan (seperti pestisida dan zat pengotor) atau zat sintesis yang ditambahkan. Kemungkinan efek samping makin besar jika memakai banyak obat, pasien berusia lanjut, atau menderita penyakit terutama ginjal dan hati.
Efek samping obat tradisional tidak dapat disamakan dengan efek samping obat modern. Pada tanaman obat terdapat suatu mekanisme yang disebut penangkal atau penetral efek samping tersebut yang dikenal dengan istilah SEES (Side Effect Eleminating Subtanted). Contohnya: Di dalam kunyit terdapat senyawa yang merugikan tubuh, tetapi di dalam kunyit itu juga ada zat untuk menekan dampak negatif tersebut. Pada perasan air tebu terdapat senyawa saccharant yang ternyata berfungsi sebagai anti diabetes. Maka untuk penderita diabetes (kencing manis) bisa mengkonsumsi air perasan tebu, tetapi dilarang minum gula walaupun gula merupakan hasil pemurnian dari tebu.
Comments :
Post a Comment